Senin, 15 Juni 2015

Menkeu Bambang: Mulai 1 Juli Semua Perusahaan di Jawa-Bali Harus Gunakan e-Faktur

 Mulai 1 Juli semua perusahaan di Jawa-Bali harus pakai e-tax invoice (foto: Arief; artikel: Yos W Hadi)

"PPN mulai 1 Juli semua perusahaan di Jawa-Bali harus pakai e-tax invoice untuk kurangi faktur pajak fiktif," kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro didampingi Staf Ahli Menteri Keuangan di Bidang Penerimaan Astera Primanto Bhakti dan Direktur Jenderal Pajak Sigit P. Pramudito di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (11/6/2015).

Menurutnya, kebocoran penerimaan pajak dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) selama ini terus terjadi karena restitusi naik terus. "Dengan mudahnya pajak hilang sekian karena harus dikembalikan karena banyak faktur pajak bodong seperti di Banten 80 persen itu bodong," ungkap Bambang.

Maka untuk menyelesaikan masalah itu, Pemerintah melalui DJP pada 1 Juli 2015 akan menerapkan e-tax invoice alias e-Faktur pada perusahaan yang berada di pulau Jawa-Bali. Penerapan ini akan melalui sistem online, sehingga semua data akan terlihat.
Selain itu Pemerintah juga akan memberikan extra allowance dengan syarat Wajib Pajak harus menginvestasikan kembali earning after tax-nya. "Jadi, kalau tidak direpatriasi seluruhnya, tapi diinvestasikan dari earning after tax maka fasilitasnya adalah tambahan biaya sebesar 5 persen untuk enam tahun," jelas Bambang.

Wajib Pajak juga akan diberikan fasilitas penyusutan atau amortisasi dipercepat, serta kompensasi kerugian selama dua tahun atas kerugian pada saat tahun terjadinya, sebesar proporsi earning after tax terhadap total nilai perluasan usaha.

Selain itu, Wajib Pajak mendapat tambahan kompensasi kerugian sesuai kondisi yang dipenuhi oleh Wajib Pajak. "Intinya sama dengan tax allowance tapi ada extra-nya. Extra allowance ada pada lost-carry forward, kompensasi kerugian dan tambahannya," jabar Bambang.

Fasilitas tax allowance diberikan untuk mendorong kegiatan investasi langsung di Indonesia, baik melalui penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri di sektor tertentu dengan syarat Wajib Pajak tersebut memiliki nilai investasi yang tinggi, menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, atau memiliki kandungan lokal tinggi.

Terkait penghapusan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) barang selain kendaraan bermotor, Bambang menguraikan beberapa latar belakangnya antara lain karena  cepatnya status barang menjadi tidak mewah karena sudah dikonsumsi secara luas oleh masyarakat.

"Misal televisi. Kita lihat perkembangan yang cepat, saat ini sulit untuk bilang bahwa televisi adalah barang mewah, karena sudah jadi barang umum dan kebutuhan," terangnya.

Alasan lainnya untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendorong industri dalam negeri dimana beberapa jenis barang sudah diproduksi di dalam negeri. "Kita ingin menggairahkan industri dalam negeri juga," imbuhnya.

Selain itu, dengan adanya kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pajak, di mana dengan hilangnya PPnBM maka keinginan untuk tidak patuh membayar pajak dapat ditekan. Di samping itu untuk mengurangi kecenderungan masyarakat membeli barang-barang tersebut di luar negeri. "Misal tas perempuan, kan kadang ibu-ibu lebih suka beli di Singapura karena lebih murah. Kalau hilang PPnBM bisa harga tasnya sama dengan di luar negeri," tandasnya.

Sumber : pajak.go.id

0 komentar:

Posting Komentar